Budaya dan Teknologi

Teknologi

Teknologi adalah satu ciri yang mendefinisikan hakikat manusia yaitu bagian dari sejarahnya meliputi keseluruhan sejarah. Teknologi, menurut Djoyohadikusumo (1994, 222) berkaitan erat dengan sains (science) dan perekayasaan (engineering). Dengan kata lain, teknologi mengandung dua dimensi, yaitu science dan engineering yang saling berkaitan satu sama lainnya. Sains mengacu pada pemahaman kita tentang dunia nyata sekitar kita, artinya mengenai ciri-ciri dasar pada dimensi ruang, tentang materi dan energi dalam interaksinya satu terhadap lainnya. Definisi mengenai sains menurut Sardar (1987, 161) adalah sarana pemecahan masalah mendasar dari setiap peradaban. Tanpa sains, lanjut Sardar (1987, 161) suatu peradaban tidak dapat mempertahankan struktur-struktur politik dan sosialnya atau memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar rakyat dan budayanya. Sebagai perwujudan eksternal suatu epistemologi, sains membentuk lingkungan fisik, intelektual dan budaya serta memajukan cara produksi ekonomis yang dipilih oleh suatu peradaban. Pendeknya, sains, jelas Sardar (1987, 161) adalah sarana yang pada akhirnya mencetak suatu peradaban, dia merupakan ungkapan fisik dari pandangan dunianya.

Makna Teknologi, menurut Capra (2004, 106) seperti makna ‘sains’, telah mengalami perubahan sepanjang sejarah. Teknologi, berasal dari literatur Yunani, yaitu technologia, yang diperoleh dari asal kata techne, bermakna wacana seni. Ketika istilah itu pertama kali digunakan dalam bahasa Inggris di abad ketujuh belas, maknanya adalah pembahasan sistematis atas ‘seni terapan’ atau pertukangan, dan berangsur-angsur artinya merujuk pada pertukangan itu sendiri. Pada abad ke-20, maknanya diperluas untuk mencakup tidak hanya alat-alat dan mesin-mesin, tetapi juga metode dan teknik non-material. Yang berarti suatu aplikasi sistematis pada teknik maupun metode. Sekarang sebagian besar definisi teknologi, lanjut Capra (2004, 107) menekankan hubungannya dengan sains. Ahli sosiologi Manuel Castells seperti dikutip Capra (2004, 107) mendefinisikan teknologi sebagai ‘kumpulan alat, aturan dan prosedur yang merupakan penerapan pengetahuan ilmiah terhadap suatu pekerjaan tertentu dalam cara yang memungkinkan pengulangan.

Pengertian Budaya

Kata budaya berasal dari bahasa sansekerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti “budi” atau “akal”. Dengan demikian ke-budaya-an dapat diartikan “hal-hal yang bersangkutan dengan akal”. Ada sarjana lain yang mengupas kata budaya sebagai suatu perkembangan dari kata majemuk budi-daya, yang berarti “daya dan budi”. Karena itu mereka membedakan “budaya” dengan “kebudayaan”. Budaya adalah daya dan budi yang berupa cipta, karsa, dan rasa. Sedangkan, kebudayaan adalah hasil dari ciptas, karasa, dan rasa itu (Koentjaraningrat, 2009:146).

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagai mana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbada budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.

Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia. Beberapa alasan mengapa orang mengalami kesulitan ketika berkomunikasi dengan orang dari budaya lain terlihat dalam definisi budaya: Budaya adalah suatu perangkat rumit nilai-nilai yang dipolarisasikan oleh suatu citra yang mengandung pandangan atas keistimewaannya sendiri.”Citra yang memaksa” itu mengambil bentuk-bentuk berbeda dalam berbagai budaya seperti “individualisme kasar” di Amerika, “keselarasan individu dengan alam” di Jepang dan “kepatuhan kolektif” di Cina. Citra budaya yang bersifat memaksa tersebut membekali anggota-anggotanya dengan pedoman mengenai perilaku yang layak dan menetapkan dunia makna dan nilai logis yang dapat dipinjam anggota-anggotanya yang paling bersahaja untuk memperoleh rasa bermartabat dan pertalian dengan hidup mereka.

Dengan demikian, budayalah yang menyediakan suatu kerangka yang koheren untuk mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkannya meramalkan perilaku orang lain. Pengertian kebudayaan Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism. Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.

Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

Budaya adalah hasil karya cipta manusia yang diperoleh dari hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian dan adat istiadat. Kebudayaan diciptakan dengan tujuan demi kepentingan dan peningkatan kesejahteraan hidup manusia.

Ciri-ciri budaya:

  1. Menyeluruh : Berkembang dalam ruang atau bidang
  2. Dalam Geografis tertentu
  3. Berpusat pada perwujudan nilai-nilai tertentu

Wujud Budaya:

  1. Ide dalam tata hidup
  2. Tingkah laku dalam tata hidup,
  3. Produk sebagai: Ekspresi pribadi, Sarana hidup dan Nilai dalam bentuk lahir.

Fungsi budaya:

Mendasari, mendukung, dan mengisi masyarakat dengan nilai-nilai hidup untuk dapat: Bertahan, Menggerakkan serta Membawa masyarakat kepada taraf hidup tertentu : hidup lebih baik, lebih manusiawi dan  berperikemanusiaan.

Penyebab Perubahan Budaya:
Faktor Internal:

  1. Bertambahnya atau Berkurangnya produk,
  2.  Penemuan-penemuan baru (inovation),
  3. Pertentangan-pertentangan dalam masyarakat (konflik)
  4.  Adanya pemberontakan atau revolusi.

Faktor Eksernal

  1. Perubahan lingkungan fisik manusia (bencana alam)
  2. Pengaruh kebudayaan masyarakat lain
  3. Karena adanya peperangan.

Contoh integrasi antara budaya dan tekhnologi, ponsel Sebagai Teknologi Budaya dan, Budaya Teknologi. Ditinjau dari Perspektif Sosiologi. Komunikasi : peristiwa pertukaran informasi atau berita yang berjalan dan terus menerus komponen terjadinya komunikasi : Pengirim berita (sumber), Pihak yang menerima berita, Isi berita, dan Media penyampai (transmisi). Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk benda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistim kawat, optik, radio, atau sistim elektronik lainnya.

Budaya adalah hasil karya cipta manusia yang diperoleh dari hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian dan adat istiadat. Kebudayaan diciptakan dengan tujuan demi kepentingan dan peningkatan kesejahteraan hidup manusia.

Telekomunikasi dan Budaya

  • Internet pemicu antisocial behavior
  • Anonymous
  • tidak bertatap muka secara langsung

Pengaruh budaya sosial:

  1.  Aktor (means) pengubah dan sekaligus sebagai Sasaran (ends) dari perubahan
  2. Memudahkan aktivitas manusia
  3. Penyebab kesenjangan ekonomi dan sosial.
  4. Teknologi tepat guna menjadi tidak popular

Teknologi Sebagai Produk Budaya

Isinya dimulai dengan sejarah perkembangan manusia yang masih bergantung pada alam sampai mulai dapat memanfaatkan alam untuk menunjang kebutuhan hidup. Dalam kerangka iptek yang merakyat, buku itu menyebutkan bahwa manusia harus secepatnya mewujudkan mapannya masyarakat berbasis pengetahuan, manusia yang melek iptek dan siap menggunakan kemudahan yang tersedia untuk keperluan perekonomiannya. Kalau sains masih bisa diletakan dalam sebuah wilayah bebas-nilai(meski sampai saat ini masih banyak perdebatan mengenai sains yang bebas nilai), maka tak begitu halnya dengan teknologi. Bagaimana tidak, teknologi(techne=cara dan logos=pikiran) merupakan hasil dari proses berpikir manusia. Artinya teknologi merupakan hasil kebudayaan, yang dalam proses pembuatannya melibatkan ideologi, nilai-nilai dan pesan-pesan tertentu.

Sms, misalnya, dalam budaya yang tingkat literernya cukup tinggi mampu menghemat biaya pulsa, namun ketika diterapkan dalam masyarakat tertentu malah dijadikan sarana baru untuk mengobrol. Hasilnya, sms malah menjadi sumber pemborosan baru. Salah satu kisah lain yang menarik adalah sebuah daerah yang penduduknya mayoritas bekerja sebagai TKW, dikisahkan bahwa rumah mereka bagus-bagus, didalamnya ada kulkas, televisi dll. Tapi kulkas tersebut tidak dimanfaatkan untuk menyimpan makanan yang cepat busuk melainkan sebagai tempat menyimpan baju.

Dalam hal ini teknologi hanya menjadi sebuah alat baru untuk menentukan klas seseorang. Dalam kacamata materialisme, aspek materi menjadi dasar dari sebuah bangunan sedangkan aspek non-materi menjadi bangunan yang ada diatasnya. Artinya dasar bangunan secara mutlak akan mempengaruhi bangunan diatasnya, namun tidak berlaku sebaliknya. Pada kasus penerapan teknologi tinggi (high tech), masyarakat di desa akan menyesuaikan diri dengan keberadaan teknologi tersebut. Hal ini akan berbeda keadaannya jika teknologi tersebut merupakan hasil dari proses berpikir masyarakat tersebut. Teknologi yang dihasilkan akan sesuai dengan kebutuhan dan masyarakat tidak akan menganut ideologi asing yang mungkin bertentangan dengan nilai-nilai yang ada di suatu daerah.

Beberapa ciri manusia modern menurut Inkeles dan Smith dalam buku Teori Pembangunan Dunia Ketiga adalah memiliki keterbukaan terhadap pengalaman dan ide baru, berorientasi ke masa sekarang dan masa depan, punya kesanggupan merencanakan, percaya bahwa manusia bisa mengendalikan alam dan bukan sebaliknya. Hal ini terlihat dari teknologi-teknologi tinggi karya manusia modern yang pada umumnya memiliki sistem kontrol untuk menegaskan kekuasaan manusia. Adanya dikotomi manusia modern dan manusia tradisional–sebagai lawan dari manusia modern juga berdampak dari gaya hidup kedua kelompok tersebut. Teknologi sebagai buah budaya manusia modern secara langsung memiliki sifat sama dengan manusia modern.

Nilai-nilai yang berbeda inilah yang pada umumnya tidak disadari, sehingga ketika suatu teknologi diimport atau digunakan oleh manusia tradisional ada beberapa kemungkinan konflik. Pertama, teknologi tersebut ditolak, sebagaimana yang seringkali dialami oleh peneliti yang melakukan pengawasan langsung ke daerah-daerah. Selama masa pendampingan, teknologi tersebut dapat bekerja dengan baik. Namun ketika dilepas, mereka kembali pada cara-cara konvensional. Kemungkinan kedua, adalah masyarakat tradisional benar-benar bergantung pada teknologi tersebut dan menerima semua perubahan tersebut dengan kepercayaan mutlak. Akibatnya teknologi tersebut mencabut mereka dari akar budaya yang telah ada sebelumnya(cenderung terjadi di bidang consumer technologies).

Oleh karena itu, ada satu hal yang tidak bisa dilupakan adalah tujuan dari pembuatan teknologi tersebut, apakah teknologi dibuat dengan spesifikasi khusus sesuai dengan kultur budaya masyarakat tertentu atau ia bersifat nir-ruang. Sebagai produk budaya, tentu teknologi tak dapat bersifat nir-ruang. Solusi yang paling mungkin adalah proses adaptasi, sehingga nilai-nilai yang dibawa oleh teknologi tersebut dapat disaring dan dimanfaatkan semaksimal mungkin pada daerah baru (daerah yang mengimpor teknologi tersebut).

Penerapan teknologi terkait langsung dengan perkembangan industri dan juga militer. Artinya, kemajuan teknologi secara tidak langsung juga bisa dilihat dari kemajuan suatu negara. Hubungan ini bisa disederhanakan dengan membagi negara-negara di dunia menjadi dua kubu besar, yaitu negara maju dan negara terbelakang. Negara maju dengan pembagian kerja secara internasional (negara-negara industri dan negara-negara pertanian) berperan sebagai negara industri sedangkan negara terbelakang pada umumnya masuk dalam kelompok negara pertanian. Namun seiring dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi, pembagian kerja ini mengarah pada berkurangnya pendapatan negara-negara pertanian sedangkan kebutuhan belanja barang-barang industri cenderung naik.

Sementara teknologi memungkinkan manusia untuk mengembangkan lebih cara-cara yang konstruktif untuk terlibat dengan dunia juga memperluas kapasitas untuk dominasi apakah itu sifat atau hanya mereka yang berbeda. Teknologi dapat memungkinkan kita untuk menyadari kebutuhan kita namun juga dapat merekonstruksi kebutuhan tersebut sehingga kemajuan terhadap aspirasi manusia mewujudkan diri dalam paradigma.


4 responses to “Budaya dan Teknologi

  1. Teknologi akan selalu ada selama peradaban manusia belum musnah… Postingan yang keren,,hehehe

  2. Does technology change culture or culture change technology?

  3. wah bagusss..suka tulisannya..

  4. Pingback: Budaya dan Teknologi | SosiologiBudaya – Berbagi Jalan

Leave a comment